Monday, August 10, 2009

Menguji Efektivitas Self Talk


Review atas artikel:
Belief in Self Talk adn Dynamic Balance Performance
Kaori Araki, dkk.

Dalam banyak literatur, hubungan antara self talk dan penampilan sudah banyak dibahas. Hasilnya, Self talk memang membantu para atlet untuk tampil maksimal seiring dengan kemampuan atletis mereka. Penelitian-penelitian itu antara lain menemukan bahwa atlet-atlet olimpiade serta para pemain tim nasional menggunakan self talk sebagai strategi pembangun motivasi (Hardy, Gammage, & Hall, 2005), self talk untuk mempercepat penguasaan keterampilan (Landin & Hebert, 1999), untuk mengontrol fokus perhatian (Gould, Eklund, & Jakcson, 1992), dan untuk meningkatkan rasa percaya diri (Landin & Hebert, 1983).

Definisi self talk sendiri adalah sebuah fenomena multidimensi yang berkaitan dengan verbalisasi yang dilakukan oleh atlet yang ditujukan pada diri mereka sendiri (Hardy, hall, & Hardy, 2005). Secara sederhana self talk adalah berbicara pada dirinya sendiri. Hampir setiap saat seseorang melakukan apa yang disebut dengan self talk ini, baik dalam bentuk yang posisif maupun negatif. Self talk yang positif adalah ucapan-ucapan yang positif kepada diri sendiri sepert "kamu mampu mengatasi lawan", "pecahkan rekormu sendiri", dan sebagainya. Sedang self talk negatif adalah ucapan-ucapan yang mengandung unsur ketidakpercayaan diri seperti, "Duh, kok lawan tampil hebat ya?", "Aku pasti kalah", dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Araki, dkk., ini mencoba mencari tahu seberapa efektif self talk terhadap penampilan seorang atlet. Penelitan eksperimental ini dilakukan kepada 125 pelajar. Mereka harus mengisi dua buah questionnaire, yakni Belief in Self-Talk Questionnaire serta Type of Self-Talk Questionnaire. Kuesiner pertama bertujuan melihat seberapa besar keyakinan subjek terhadap teknik Self-Talk, sedang kuesioner kedua bertujuan untuk melihat jenis-jenis Self-Talk yang digunakan dan diberikan sebelum dan sesudah subjek melakukan aktivitas keseimbangan dalam alat yang bernama Stabilometer.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai skor tinggi dalam Belief of Self Talk Questionnaire mampu menjaga keseimbangan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan subjek yang tidak begitu tinggi dalam mengisi kuesioner serupa. Temuan lain adalah tipe-tipe self talk yang paling sering dipakai adalah kategori Fokus (85 %), kemudian Instruksional (65%), Motivasional (50%), menenangkan (49%), performance worry (26%), keraguan pada diri(15%), dan frustrasi (14%).

Dari penelitian tersebut bisa dilihat bahwa Self-Talk masih efektif untuk meningkatkan kualitas penampilan. Hal ini menguatkan bahwa Self-Talk menjadi salah satu metode yang harus dilatihkan kepada para atlet dalam mencapai prestasi yang tertinggi. Alasan dasarnya adalah Self-Talk mengajari seseorang untuk selalu waspada dan berpikiran positif terhadap diri sendiri. Ketika seorang atlet sudah mulai ragu dengan penampilannya, dan mulai mengatakan hal-hal yang negatif berkaitan dengan diri dan kemampuan dirinya, maka kemampuan potensial atlet tersebut dengan sendirinya akan berkurang. Efeknya, kepercayaan diri, motivasi akan menurun dan keraguan serta kecemasan akan meningkat.

Pemilihan tipe-tipe self talk juga sangat mempengaruhi penampilan. Untuk itulah, proses pengajaran self talk harus benar-benar terfokus sehingga bisa menambal kekurangan seorang atlet dalam hal kualitas mental. Seorang atlet yang mempunyai kecenderungan lemah dalam hal motivasi, maka dia harus diajarkan untuk melakukan self talk yang bersifat motivasional, begitu juga dengan atlet yang kurang dalam mengatasi kecemasan atau rasa kuatir, maka atlet tersebut harus banyak diajak untuk melatih self talk calming (menenangkan).

Guntur Utomo

Thursday, August 6, 2009

Berkompetisilah dengan Sehat!


Miris, membaca berita di suratkabar perihal ditemukannya fakta bahwa ada 33 atlet yang bertanding dalam Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari luar daerah. Betapa tidak, ajang kompetisi yang seharusnya menjadi arena untuk mencari bibit dan mematangkan potensi lokal, malah menjadi ajang gengsi kelas teri para birokrat olahraga di daerah. Lalu, kapan bibit-bibit unggul daerah bisa tersemai?

Kompetisi terbukti membawa dampak yang positif terhadap perkembangan kualitas seorang atlet. Hal ini disebabkan karena sebuah kompetisi menuntut semua penggunaan semua kecakapan berolahraga dari seorang atlet. Kecakapan teknis dan fisik jelas utama karena dengan berkompetisi, para atlet bertemu dengan lawan dan atmosfer yang harus dikalahkan. Semua keterampilan dan kecakapan yang dilatihkan akan bisa terlihat secara objektif ketika mereka berada dalam situasi yang kompetitif. Dalam proses latihan, seringkali kualitas para atlet tampak menonjol, tapi begitu bertemu dengan lawan sesungguhnya, semua keterampilan yang ada menjadi hilang begitu saja.

Ajang kompetisi lokal sejenis Porprov atau kejurnas seharusnya menjadi sebuah batu loncatan menuju prestasi yang lebih membanggakan ditingkat regional atau bahkan di tingkat internasional. Ajang kompetisi lokal harus memberikan masukan tidak hanya kepada para atlet untuk mengukur kemampuan dirinya, tapi juga kepada para pelatih tentang sejauh mana metode kepelatihannya efektif. Informasi-informasi tersebut akan sangat berharga untuk peningkatan kualitas atlet di kemudian hari.

Selain aspek teknis dan fisik, kompetisi juga mampu meningkatkan kualitas mental bertanding para atlet. Dengan adanya lawan, para atlet harus mampu menguasai diri agar tidak grogi, cemas atau takut. Ketakutan, kecemasan dan perasaan khawatir akan membuat semua kecakapan yang dimiliki sirna seketika. Dengan kompetisi yang rutin, para pemain akan mampu mengukur sejauh mana tingkat kecemasan yang mereka miliki serta mampu menemukan cara serta metode untuk mengatasinya.

Suporter, baik yang mendukung dirinya maupun lawan, juga menghadirkan atmosfer yang menekan bagi para atlet. Dengan tekanan-tekanan tersebut, atlet diajarkan untuk bisa tenang dan tetap fokus menghadapi tantangan yang di depannya. Sekali fokus hilang, maka musuh akan dengan mudah mengalahkan. Belajar untuk fokus tidak bisa dilakukan hanya dengan kondisi yang tenang, tapi fokus harus diajarkan ketika para atlet sedang berada dalam tekanan yang berat, karena memang itulah hakikat pertandingan sesungguhnya.

Level motivasi akan terjaga ketika seorang atlet tahu bahwa ada harapan yang bisa mereka raih. Dengan kompetisi, atlet akan diiming-imingi sesuatu yang menantang, yang terutama adalah sebuah kemenangan. Dengan iming-iming seperti ini, atlet akan belajar untuk memacu dirinya agar menjadi yang terbaik. Dengan motivasi untuk menjadi yang lebih baik atau yang terbaik, maka atlet akan mampu mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Berbeda dengan iming-iming yang berbentuk materi, ketika seorang atlet sudah merasa cukup dengan materi yang dia miliki, maka bukan tidak mungkin, atlet tersebut akan berhenti dan itu artinya tidak ada lagi prestasi yang berhasil dia raih. Ironisnya, inilah yang banyak terjadi di dunia olahraga Indonesia.

Media Evaluasi
Seperti disinggung di atas, kompetisi (khususnya tingkat nasional atau regional) seharusnya menjadi ajang untuk berevaluasi. Ini terutama bagi para pelatih, pembina dan tentu saja para atlet. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh dalam setiap aspek. Aspek teknis, pelatih harus mampu memotret dan mencatat setiap kelemahan dan kekurangmatangan para atlet ketika bertanding. Selanjutnya, kekurangan-kekurangan tersebut harus segera dicari solusinya dalam proses latihan. Harapannya, pada saat menjalani kompetisi di level yang lebih tinggi, kekurangan-kekurangan tersebut bisa dihilangkan.

Aspek fisik juga tidak kalah pentingnya. Untuk sebagian besar cabang olahraga, fisik merupakan elemen yang sangat menentukan. Meskipun unggul penguasaan teknik, tapi ketika fisik tidak menunjang untuk menjalani pertandingan, maka hasilnya pun akan bisa diprediksi. Latihan fisik harus benar-benar mampu memberikan landasan bagi munculnya kualitas teknik yang prima. Dewasa ini sudah banyak literatur dalam hal latihan fisik. Pelatih Indonesia harusnya mulai melirik penggunaan literatur dan penelitian-penelitian dalam bidang olahraga agar fisik pemain betul-betul siap. Kenyataannya, para pelatih fisik masih banyak yang menggunakan cara-cara lama dalam menggenjot fisik pemain. Tidak jarang latihan-latihan pola lama ini justru tidak efektif.

Dalam segi mental, kompetisi yang baik akan mampu mendongkrak kualitas mental atlet. Pelatih dan pembina harus benar-benar waspada agar mental atlet tidak hancur setelah berkompetisi di daerah. Dengan beban yang terlalu tinggi, tidak jarang para pemain akan mengalami burn out yang akhirnya menurunkan semangat, motivasi, serta daya juang atlet selanjutnya. Penyusunan sasaran dan tujuan yang benar diselingi dengan pemotivasian atlet akan mendorong mereka ke level yang lebih tinggi. Pelatih harus mengevaluasi aspek mental ini juga. Evaluasi yang tepat akan menghasilkan penanganan yang tepat. Para pelatih Indonesia harus mulai membuka diri untuk bekerjasama dengan para profesional di bidang ilmu psikologi olahraga untuk mendapatkan masukan yang tepat mengatasi kekurangan para atlet di dalam aspek mental ini.

Efek langsung dari penanganan mental yang tepat akan membuat suasana latihan menjadi lebih menyenangkan. Motivasi atlet tidak hanya diarahkan kepada kompetisi, tapi juga harus diberikan pada proses latihan. Proses latihan yang sehat adalah ketika para pemain mampu menikmati proses latihan tersebut, datang dengan semangat dan pulang dengan rasa penasaran. Itu akan menumbuhkan keinginan yang terus menerus dalam diri atlet untuk selalu datang pada setiap sesi latihan.

Kembali ke kasus penggunaan atlet "ilegal" a la Porprov DIY, sungguh semua elemen yang dibutuhkan bagi atlet untuk berkembang menjadi hilang. Ketika atlet daerah tahu bahwa lawannya adalah atlet-atlet luar daerah (biasanya atlet yang sudah jadi), maka bukan tidak mungkin para atlet daerah tersebut akan merasa rendah diri dan tidak bersemangat ketika bertanding karena tahu bahwa dirinya sudah pasti kalah. Selain itu, para pelatih pun tidak akan mempunyai ukuran yang jelas untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Selain kehilangan motivasi jangka pendek, atlet juga akan merasa tidak ada lagi harapan bagi mereka untuk berkembang lebih jauh. Jelas ini merugikan karena pengaruhnya akan berimbas pada proses latihan.

Lalu, kapan olahraga Indonesia bisa menjadi alat untuk meraih kembali kejayaan bangsa jika atlet-atlet potensial harus layu sebelum mereka bisa berkembang? Sungguh ironis, di tengah keterpurukan bangsa ini akibat berulangkali di"kerjai" para teroris, masih saja para birokrat olahraga Indonesia berpikir kampungan. Saya pikir, mereka adalah orang-orang yang jauh lebih keji dibandingkan para teroris karena mereka merusak bangsanya sendiri dengan cara yang sangat sistematis...Sayang memang...

Guntur Utomo

Tuesday, July 21, 2009

Sinergi Psikologi Olahraga dalam Program Latihan


Psikologi olahraga merupakan salah satu instrumen dalam sebuah proses latihan untuk meningkatkan performa atlet. Bersama dengan biomekanik, nutrisi serta kedokteran, psikologi memberi asupan agar program penciptaan atlet berprestasi menjadi lebih terarah dan efektif. Kenyataannya, belum banyak pelatih yang menyadari peran, fungsi dan bentuk yang bisa diberikan oleh psikologi olahraga dalam melatih para atletnya.

Ada dua aliran psikologi olahraga yang bisa diterapkan dalam konteks hubungan dengan para atlet. Yang pertama adalah psikologi klinis. Aliran ini merupakan salah satu cabang psikologi yang secara spesifik berkaitan dengan gangguan-gangguan emosional atau kepribadian yang dialami oleh manusia. Penerapan dalam konteks olahraga, psikolog klinis menjadi partner bagi manajemen dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kejiwaan yang dialami baik oleh atlet, pelatih maupun pengurus cabang olahraga tersebut. Persoalan-persoalan kejiwaan yang umum dialami oleh para atlet antara lain gangguan makan (eating disorders), jenisnya adalah Bulimia atau Anorexia, gangguan tidur, gangguan kecemasan akut, gangguan kepribadian dan sebagainya. Psikolog klinis dalam olahraga harus mampu menjadi konselor atau terapis bagi atlet-atlet yang mengalami gangguan-gangguan tersebut. Perannya tidak berkaitan secara langsung dengan proses latihan dan secara otomatis tidak berkaitan dengan para pelatih dalam lapangan.

Aliran yang kedua, dan menjadi salah satu elemen vital dalam proses latihan adalah psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi yang memberikan metode dan dasar bagi sebuah proses pendidikan dalam arti yang luas. Proses latihan menjadi salah satu bentuk pendidikan dalam situasi olahraga. Psikolog pendidikan memegang peranan yang cukup vital dalam pembentukan mental para atlet agar mencapai prestasi yang maksimal. Secara umum, peran psikolog pendidikan dalam olahraga adalah menjadi asisten pelatih (bersama pelatih fisik, ahli nutrisi, dan dokter) untuk memberi masukan pelatih dalam menyusun program latihannya. Psikologi aliran ini yang kemudian akan kita sebut dengan psikolog olahraga.

Perhatikan Program Latihan
Dalam menjalankan perannya, psikolog olahraga mendasarkan programnya pada program yang dibuat oleh pelatih. Secara umum, pelatih akan membagi program latihannya menjadi dua periodisasi yakni, microcycle dan macrocycle. Microcycle adalah program yang dibuat dalam logika waktu yang lebih pendek, misalnya harian dan mingguan. Sedangkan macrocycle adalah kumpulan dari beberapa microcycle dan merupakan sasaran akhir tahun dari seorang atlet. Secara sederhana, microcycle mempunyai sasaran-sasaran jangka pendek, sedangkan macrocycle adalah sasaran puncaknya.

Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah kalender kompetisi. Sebagai bahan evaluasi latihan, seorang atlet memerlukan kompetisi yang rutin dan bersifat meningkat. Kompetisi yang rutin dan kompetitif akan memberikan kesempatan baik bagi para atlet maupun pelatih untuk melihat perkembangan dan mengevaluasi kekuarangan-kekurangan yang mungkin masih ditemui. Kompetisi sendiri biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yang pertama adalah Kompetisi Antara dan yang kedua adalah kompetisi utama. Untuk beberapa cabang olahraga, kompetisi utama diadakan dalam bentuk seri yang dilangsungkan selama satu tahun.
Dengan mengantongi program latihan dari pelatih, para psikolog olahraga baru bisa membuat program dengan sasaran peningkatan kualitas mental bertanding dari para atlet. Program-program psikolog olahraga tidak hanya berupa pendampingan bagi para atlet, tapi berbentuk program latihan yang membekali keterampilan psikologis kepada para atlet. Keterampilan-keterampilan mental tersebut akan sangat berguna untuk pemain agar mereka mampu menangani masalah-masalah psikologis yang sering mengganggu penampilan, seperti kecemasan, motivasi, percaya diri, daya juang dan sebagainya.Tidak hanya dalam pertandingan, keterampilan ini juga akan menciptakan mental yang kuat saat menjalani latihan. Keterampilan-keterampilan mental tersebut tersebut antara lain: Self talk, imagery training, relaksasi dan sebagainya.

Sebagai kesimpulan, program yang dibuat oleh psikolog olahraga harus selalu menunjang program yang dibuat oleh para pelatih kepala. Tujuannya adalah satu, membentuk atlet yang mempunyai mental yang tangguh, motivasi prima serta konsentrasi yang mendukung mereka untuk mendapatkan gelar juara. Para pelatih atau pembina cabang olahraga yang serius ingin menciptakan atlet-atlet yang berkualitas hendaknya mulai memikirkan untuk menggandeng unsur ilmu pengetahuan yang lain. Karena olahraga modern sekarang ini tidak cukup mengandalkan bakat, tapi proses pembinaan dan latihan menjadi elemen vital dalam mencetak para calon juara. Negara-negara dengan tradisi prestasi olahraga yang tinggi telah menerapkan ini dengan baik, mengapa Indonesia tidak memulainya dari sekarang?

Guntur Utomo

Monday, June 8, 2009

Menguasai Perhatian!


Ada relasi yang sangat dekat antara perhatian(Atensi) dengan penampilan seorang atlet pada saat pertandingan. Sederhananya, jika seseorang mencoba untuk memusatkan perhatian pada lebih dari 2 rangsangan, maka kecenderungan yang muncul adalah penampilan akan terganggu. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dari manusia untuk memproses informasi secara bersamaan. Untuk itulah penting bagi seorang atlet atau pemain untuk berlatih memusatkan perhatian pada satu hal yang spesifik.
Menurut Galloti ,seorang ilmuwan yang sering melakukan penelitian di bidang atensi atlet, perhatian (atensi) adalah Cognitive resources, mental effort, or concentration devoted to a cognitive process. Artinya, perhatian merupakan proses kognitif yang bersifat aktif maupun pasif. Aktif berarti atlet atau seseorang harus mencoba untuk mengarahkan proses kognitifnya ke arah stimulus yang ingin diperhatikan, sedangkan tidak aktif memberi isyarat bahwa kondisi mental seseorang bisa mengarahkan perhatian ke arah sesuatu yang tidak disadari. Dalam bahasa sehari-hari atensi ini disebut juga dengan konsentrasi.

Proses latihan adalah sebuah proses agar para atlet mampu mengeksekusi gerakan-gerakan olahraganya secara otomatis. Sebagai contoh, seorang pemain bola basket tidak perlu lagi berfikir tentang posisi tangan yang benar pada saat melakukan dribel bola. Jika masih berpikir tentang bagaimana seharusnya posisi tangan atau kaki saat melakukan dribel, akan sangat mungkin gerakan menjadi tidak maksimal. Proses latihan memegang peranan penting dalam hal ini.

Setelah seorang pemain mampu untuk melakukan otomatisasi gerakan (khususnya gerakan-gerakan dasar), maka pemain dapat mencurahkan perhatian atau fokusnya kepada hal-hal yang bersifat taktis. Seorang pegolf tinggal memikirkan berapa kali dia harus memukul dalam satu hole, atau pemukul mana yang sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Kasus lain, pemain sepakbola seharusnya berpikir ke ruang sebelah mana dia harus bergerak setelah mengumpan dibanding bagaimana posisi kaki saat melakukan passing.

Yang menjadi persoalan adalah sumber gangguan (distraktor) ketika menjalani pertandingan biasanya bersifat heterogen dan jumlahnya cukup banyak. Sebut saja kondisi lawan, penonton, gedung tempat pertandingan, teriakan pelatih, atau kondisi diri sendiri. Jika situasi-situasi tersebut masih bergantian masuk ke dalam pikiran seseorang, maka bisa dikatakan bahwa atlet tersebut belum mampu mengontrol perhatiannya.

Dimensi Perhatian
Gaya perhatian masing-masing orang sangatlah berbeda. Hal ini tergantung kondisi emosi dan karakter masing-masing atlet. Gaya perhatian adalah kecenderungan seseorang melihat dan memperhatikan suatu stimulus yang bersifat konsisten untuk situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Hal ini sangat berkaitan dengan sudut pandang yang diambil oleh seseorang dalam rangka memusatkan perhatiannya serta jenis-jenis stimulus yang diambil untuk diperhatikan. Dalam proses sehari-hari, gaya perhatian ini banyak dilihat dari titik perhatian (attentional focus).

Ada dua dimensi dalam titik perhatian ini. Yang pertama adalah Width (lebar perhatian). Lebar perhatian berkaitan dengan jumlah stimulus yang diambil untuk diperhatikan, bergerak mulai dari yang sempit (narrow) sampai yang longgar (broad). Narrow attentional focus adalah memfokuskan diri dengan satu spesifik stimulus. Sedangkan broad attentional focus adalah memfokuskan diri pada banyak stimulus. Dalam keadaan tertentu, kedua jenis ini harus dilakukan. Pada atlet bilyar, akan menguntungkan jika menggunakan narrow attentional focus karena pukulan yang harus dilakukan benar-benar membutuhkan gerak motorik yang sangat halus. Sebaliknya, seorang playmaker tim sepakbola harus mampu mengakomodasi broad attentional focus dalam rangka menciptakan kreasi-kreasi serangan.

Dimensi yang kedua adalah attentional direction (arah perhatian). Dimensi ini berkaitan dengan kemana perhatian diarahkan, apakah ke arah dalam diri (internal attentional focus) atau ke arah luar diri (external attentional focus). Ketika seorang atlet menggunkan fokus internal, maka dia akan memperhatikan segala sesuatu yang ada dalam dirinya. Sedang atlet yang cenderung menggunakan external attentional focus akan lebih mewaspadai dan memperhatikan stimulus yang berasal dari luar dirinya.

Strategi Meningkatkan Konsentrasi
Konsentrasi juga memerlukan latihan. Semakin orang mampu berkonsentrasi atau memusatkan perhatian pada satu hal yang paling penting, maka orang itu akan mempunyai kecenderungan untuk sukses dalam pertandingan. Berikut ini beberapa tips latihan yang bisa dilakukan:

• Mencari yang Harus di Perhatikan
Hal yang paling sulit dalam latihan konsentrasi adalah mencari tau apa yang seharusnya diperhatikan dalam situasi-situasi tertentu. Untuk itu, atlet harus menyiapkan sebuah buku catatan yang gunanya untuk mencatat apapun yang diperhatikan pada kondisi-kondisi khusus. Setelah beberapa hari, evaluasilah apa yang tertulis. Dari catatan-catatan tersebut serta evaluasi akan diperoleh jenis dan stimulus apa yang seharusnya diperhatikan untuk meningkatkan penampilan serta bagaimana meningkatkan jenis perhatian tersebut.

• Realistis
Konsentrasi yang efektif sangat menguras energi. Untuk itu perlu tetap selalu realistis agar tidak proses pemusatan perhatian menjadi efektif. Tidak perlu mengontrol semua hal yang masuk ke persepsi kita, tapi yang lebih penting adalah tahu kapan dan bagaimana memusatkan perhatian pada momen yang paling penting.

• Gunakan Kata Kunci
Kata kunci berkaitan dengan self talk. Kata kunci berguna untuk memancing respon-respon tertentu. Sebagai contoh, jika Anda ingin mengembalikan perhatian pada pekerjaan yang sedang dikerjakan, maka Anda bisa menggunakan kata-kata,”Ayo Fokus!”, atau “kembali ke pertandingan!” dan sebagainya. Jika seorang pemain golf atau bilyar terlalu berkonsentrasi pada ayunan tangan atau dorongan stik bilyar dibanding dengan placing bola, maka bisa digunakan kata “Main!”. Dan sebagainya.

• Berlatih dalam Kondisi yang Menggangu
Seringkali lingkungan latihan sangat tenang dan tidak banyak hal yang mengganggu. Namun, ketika menghadapi pertandingan, situasi yang ada di latihan tersebut tidak bisa dijumpai. Untuk itu, pemain harus mencoba untuk berlatih dalam situasi dan kondisi yang mirip dengan suasana pertandingan. Jika pertandingan nanti akan disaksikan oleh banyak penonton yang bersorak-sorai, maka latihan harus dilakukan ditempat yang banyak orang yang mengganggu juga. Dengan latihan ditempat yang banyak gangguan, pemain akan belajar bagaimana memilih satu stimulus yang penting.

• Berlatih Mengalihkan Perhatian
Ketika perhatian sudah tidak terkendali, pemain harus segera menyadarinya. Setelah menyadari, penting bagi pemain tersebut untuk segera memilih titik focus yang harus diambil. Atlet-atlet olahraga individual seringkali mengalami persoalan tidak mampu memilih konsentrasi yang tepat ini. Untuk itu, berlatih mengalihkan perhatian menjadi sesuatu yang vital.

• Rutin
Melakukan kompetisi yang menekan sesering mungkin akan membantu atlet belajar memusatkan perhatian. Untuk itulah, kompetisi sangat dibutuhkan bagi para atlet agar kemampuan mentalnya juga meningkat. Tidak hanya kompetisi melawan pemain atau tim lain, dalam proses latihan, pelatih juga wajib menciptakan iklim kompetisi agar para pemain terbiasa berada dalam situasi yang menekan dan terbiasa memilih stimulus yang tepat untuk diperhatikan.


Guntur Utomo

Wednesday, May 20, 2009

Buang Pikiran Kotor dengan Self Talk


Pikiran kotor tidak hanya terjadi pada waktu senggang atau saat nongkrong-nongkrong tidak ada kerjaan. Pikiran kotor bisa muncul menjelang sebuah pertandingan olahraga penting. Sesaat sebelum memulai pertandingan, para atlet umumnya dihinggapi oleh pikiran-pikiran kotor.

Untuk para atlet yang menunggu waktu pertandingan, tentu saja bukan pikiran kotor dalam artian pikiran-pikiran jorok, tapi pikiran yang cenderung mempengaruhi rasa percaya diri dan penampilan. Pikiran-pikiran kotor itu sering muncul karena atlet merasa tertekan dengan suasana pertandingan dan merasa tidak cukup percaya diri untuk menghadapi lawan. Pikiran-pikiran seperti ,”Wah, mustahil rasanya bisa menang!”, atau ,”Saya kok merasa belum siap ya?”, atau pertanyaan-pertanyaan seperti ,”Gimana ya caranya saya harus menghadapi kehebatan lawan?”, dan sebagainya.

Munculnya ungkapan-ungkapan dan pikiran-pikiran tersebut biasanya disertai dengan munculnya gejala-gejala kecemasan. Secara fisik, akan muncul gemetar di badan, keringat dingin, jantung berdebar dan sebagainya. Sedangkan kecemasan secara mental akan mengakibatkan kurangnya konsentrasi, hilangnya percaya diri dan lemahnya kontrol terhadap emosi.

Untuk mengendalikan pikiran-pikiran tersebut, atlet bisa mencoba untuk melatih salah satu teknik yang disebut dengan Self Talk. Self talk adalah sebuah mekanisme berbicara pada diri sendiri baik secara verbal diucapkan atau sekedar berbicara dalam hati. Dalam banyak penelitian, self talk berhasil membantu atlet untuk mengurangi rasa cemas dan meningkatkan rasa percaya diri. Self talk bisa berfungsi dengan baik apabila atlet tersebut memahami dan melakukan secara rutin latihan ini.

Latihan self talk bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Ini adalah salah satu metode latihan mental yang paling sederhana namun mempunyai efek yang cukup luar biasa. Self talk juga membantu untuk memberi sugesti kepada diri sendiri yang akhirnya bisa mempengaruhi penampilan secara keseluruhan.

Berikut beberapa langkah latihan self talk:
1. Menyiapkan Buku Catatan
Fungsi utama dari buku catatan ini adalah untuk mencatat semua pikiran atau perasaan yang muncul ketika menjelang pertandingan atau pada saat latihan. Catatan ini berisi pikiran-pikiran jelek atau pikiran yang baik. Buku catatan ini membantu untuk membuat rekaman tentang bagaimana seorang atlet bereaksi terhadap situasi-situasi yang dihadapi,
Berdasar catatan inilah, atlet kemudian bisa membuat analisa tentang perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya baik yang berupa kekuatan maupun kelemahannya.

Dengan mencatat seperti ini, kesadaran atlet akan dirinya (kekuatan maupun kelemahan) bisa terlihat dengan jelas. Bagaimana dia bereaksi terhadap situasi pertandingan yang menekan, terhadap tantangan yang harus dihadapi dan sebagainya. Dengan kesadaran tersebut, atlet bisa mengambil manfaat dan bisa mengambil sikap yang tepat ketika menghadapi situasi yang serupa.

2. Kata-kata Penyemangat
Inti dari self talk adalah mengubah pikiran-pikiran buruk tentang dirinya dan pertandingan menjadi pikiran-pikiran yang lebih bersifat memotivasi. Kata-kata yang memotivasi ini akan meningkatkan semangat dan rasa percaya diri. Kata-kata penyemangat tersebut seperti, “Ayo kamu bisa!” “Tunjukkan bahwa kamu mampu tampil terbaik!” dan sebagainya. Pilih kata-kata yang lugas dan tegas. Pikirkan saat-saat latihan atau pertandingan yang paling membanggakan.

3. Ganti Stasiun TV Mental Anda!
Meski sudah melakukan self talk dengan ucapan-ucapan yang bersemangat, namun kadang-kadang pikiran negatif masih juga masuk. Tidak perlu kuatir, pertama, perhatikan baik-baik apa yang sedang ada di pikiran. Berikutnya, segeralah mengatakan “STOP!”. Ketiga, ganti pikiran negatif itu dengan pikiran yang positif. Mengubah pikiran negatif ini bisa diikuti dengan aktivitas fisik seperti memukul kaki, menampar pipi, atau memukulkan kayu ke tanah.


4. Ubah Negatif ke Positif dengan Afirmasi
Afirmasi adalah aktivitas penguatan. Penguatan terhadap pikiran-pikiran positif untuk menggantikan pikiran-pikiran yang negatif. Dengan melatih setiap hari latihan self talk, berarti Anda sedang melakukan afirmasi terhadap energi positif dari diri sendiri. Latihan rutin juga akan membuat atlet tetap fokus terhadap tujuan-tujuan dan sasaran.

Gunakanlah kalimat-kalimat yang menguatkan seperti, “Aku tertekan, tapi aku akan melawan!”, Aku akan bangkit dari keterpurukan!”. Catatan-catatan perasaan negatif harus segera diganti dengan ungkapan-ungkapan yang positif. Gunakanlah awalan Aku untuk membuat afirmasi.

5. Melawan Keyakinan Irrasional.
Terkadang tidak tahu alasan atas ucapan-ucapan positif yang dibuat. Terkadang, ucapan-ucapan tersebut muncul begitu saja tanpa terpikirkan sebelumnya. Kadang juga, ucapan-ucapan tersebut hanya mencontoh milik orang lain. Untuk itulah, atlet harus selalu menyadari dan memahami apa yang sedang dia ucapkan dan alasan mengapa dia mengucapkannya. Alasan dibalik ucapan “Kamu mampu tampil maksimal”, misalnya harus mempunyai dasar bahwa memang proses latihan dan kondisi fisiknya berada dalam kondisi ideal.

Untuk membuatnya, maka biasakanlah membuat dialog singkat tentang ucapan-ucapan yang dibuat. Dialog dengan diri sendiri tersebut akan membukakan kesadaran bahwa yang dia ucapkam memang benar-benar berdasarkan fakta.

6. Lupakan yang Tak Bisa Dikontrol
Saat pertandingan, ada banyak hal yang tidak bisa dikontrol, seperti sorakan penonton, kondisi lapangan, ofisial lawan dan sebagainya. Jika atlet terlalu memikirkan hal-hal yang tidak bisa dikontrol tersebut, maka hasilnya hanya akan sia-sia. Fokuslah pada apa yang bisa dikontrol, seperti permaianan, teknik dan sebagainya.


7. Pertahankan Fokus
Self talk juga bisa membantu atlet untuk tetap fokus selama pertandingan. Ucapan-ucapan positif yang dilakukan mampu menjauhkan atlet dari potensi gangguan konsenstrasi. Pikiran-pikiran seperti “Bagaimana jika gagal”, “Semua orang menaruh harapan padaku!” dan sebagainya. Tetaplah konsentrasi pada situasi yang sedang dihadapi. Jika muncul ucapan “Saya tidak ingin mengecewakan teman-temanku”, berarti atlet tersebut sedang tidak konsentrasi dengan pertandingan.

8. Jangan terlalu Menganalisis
Atlet yang hebat adalah atlet yang percaya dengan kemampuannya. Untuk itu, jangan terlalu banyak berpikir dan menganalisis. Lakukan saja dengan rasa percaya diri. Terlalu banyak berpikir akan berpotensi mengacaukan konsentrasi.

9. Jangan Bilang Tidak!
Anda harus selalu yakin pada diri sendiri meski pada saat tampil tidak dalam kondisi puncak. Jangan pernah meremehkan keyakinan hati. Sekali saja hilang keyakinan, maka musuh akan melibas Anda. Muhammad Ali pernah bilang, “Untuk menjadi Juara Sejati, Anda harus selalu yakin bahwa Anda adalah yang terbaik dan jika seandainya tidak, maka berpura-puralah menjadi yang terbaik!”


Guntur Utomo
Dari berbagai sumber