Dari beberapa praktisi tersebut diperoleh data bahwa para atlet profesional berhasil mendapatkan kemajuan yang signifikan setelah bekerja sama dengan para praktisi psikologi olahraga. Contoh kasus, seorang pegolf asal Kanada, Ames, berhasil menembus jajaran pegolf PGA setelah menggunakan jasa psikolog olahraga.
Pengakuan lain didapat dari Nicole Dubuc yang menyebutkan perkembangan psikologi olahraga, terutama di arena olimpiade, sungguh menggembirakan. Dalam lokakarya dan seminar-seminar disebutkan bahwa psikologi olahraga terbukti telah memberi efek positif terhadap kemajuan proses pelatihan fisik dan mental. Kondisi ini dipicu oleh semakin tingginya para pelatih menyadari menyesuaikan antara proses latihan fisik dengan kondisi kepribadian, karakter maupun sifat dari atlet.
Bukti lain jelas bisa dibaca ketika melihat perkembangan olahraga di China. Harus diakui, Negeri Tirai Bambu tersebut sudah menjelma menjadi salah satu kekuatan olahraga terbesar di dunia. Dalam penelitiannya, Andrew Hamilton BSc, MRSC. Berhasil membuktikan bahwa China menggunakan olahraga sebagai salah satu alat untuk “menguasai dunia”. Perkembangan olahraga di China tentu saja didasari oleh kesadaran pemerintah menggerakkan masyarakatnya untuk berolahraga. Proses pembibitan dan pembinaan atlet dilakukan secara massal dan menjadi kebijakan nasional.
Selain sarana dan prasarana, tentu saja ilmu pengetahuan memainkan peran yang strategis. Salah satu cabang ilmu yang berperan, tentu saja, adalah psikologi olahraga. Dengan memahami dengan jelas karakter dan sifat masyarakat China, proses pelatihan akan semakin mudah. Secara tidak langsung, Ilmu Psikologi olahraga telah memainkan peranan penting dalam pembangunan olahraga China.
Sinergi Dua Bidang
Untuk menempatkan psikologi olahraga menjadi sejajar dengan ilmu fisik maupun ilmu kedokteran dalam pembangunan atlet, maka dibutuhkan usaha yang cukup keras. Ada dua hal yang perlu bersinergi dalam rangka mengembangkan teori dan sistem dalam ilmu ini, yaitu bidang praktis dan bidang akademis.
Dalam sisi praktis, para praktisi tentu saja perlu mengembangkan teknik dan cara dalam proses konseling maupun terapi bagi para atlet. Tidak hanya dalam konteks permasalahan behavioral disorders, tapi juga dalam proses pengembangan motivasi. Teknik-teknik terapi saat ini memang sudah cukup mutakhir, namun tentu saja, dalam konteks olahraga, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Sedang dalam tataran akademis, para peneliti dituntut untuk tetap berkarya menelurkan teori-teori baru dalam rangka peningkatan performance para atlet dalam sudut pandang psikologi.
Kedua hal ini tentu saja tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Para praktisi mempunyai akses ke atlet secara langsung, sehingga seharusnya dengan mudah mengidentifikasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh atlet dan dunia olahraga secara langsung. Hal ini kemudian didukung oleh penelitian-penelitian lanjutan untuk mendapat solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut lebih komprehensif.
Di Indonesia, kondisi ini diyakini belum mendapat perhatian yang besar dari para praktisi psikologi. Terbukti belum banyak lembaga yang mempunyai program studi psikologi olahraga yang secara khusus mencetak para psikolog olahraga. Hal ini barangkali dipengaruhi oleh iklim olahraga Indonesia yang belum begitu menjanjikan.
Namun, menurut hemat penulis, kondisi tersebut bisa dimulai dengan mengembangkan bidang keilmuan ini dengan simultan. Dengan pamor ilmu psikologi secara keseluruhan, yang mulai merambah kehidupan bangsa ini, yang mulai meningkat. Maka tidak ada salahnya menempatkan psikologi olahraga dalam salah satu kurikulumnya.
Guntur Utomo
Peneliti muda