Thursday, July 26, 2007

Motivasi: Bahan Bakar Prestasi!

Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya dorong yang dia miliki. Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki, maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang biasa disebut dengan motivasi.

Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah sesuatu yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan arah dari perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam perilaku. Motif lah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu yang bersifat sangat individualis.

secara garis besar, ada dua jenis motivasi jika dilihat dari arah datangnya; yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang datang dari dalam diri individu. Sebagai contoh keinginan untuk mendapat poin sempurna dalam sebuah kejuaraan senam, atau keinginan untuk menyelesaikan sebuah handicap dalam olahraga motocross. Motivasi yang datang dari dalam diri individu tanpa campur tangan faktor luar inilah yang biasa disebut sebagai motivasi intrinsik.

Motivasi ekstrinsik biasa didefinisikan sebagai motivasi yang datang dari luar individu. Keinginan mendapat penghargaan, uang, trophi dan sebagainya merupakan contoh-contoh motivasi yang berasal dari luar individu. Secara umum, motivasi ekstrinsik lebih sering berbentuk kebendaan atau juga pujian.

Meskipun berbeda, kedua jenis motivasi ini sesungguhnya saling berkait satu sama lain dan bentuknya yang saling berubah-ubah. Motivasi intrinsik bisa muncul akibat adanya penghargaan yang menjadi iming-iming pun demikian dengan sebaliknya. Motivasi ekstrinsik adalah kelanjutan dari adanya motivasi intrinsik yang mengawali seseorang melakukan sebuah aktivitas.

Memang banyak ahli yang mengatakan bahwa motivasi intrinsiklah yang sebenarnya diperlukan oleh seorang atlet dalam setiap penampilannya. Karena motivasi intrinsik lebih bersifat tahan lama dibanding motivasi ekstrinsik. Mudahnya, motivasi ekstrinsik akan hilang seiring dengan hilangnya hadiah, reward, atau uang yang diinginkan, tapi tidak demikian jika yang dimiliki adalah motivasi intriksik. Namun sekali lagi, kedua jenis motivasi ini saling bertumpuk dan mempengaruhi satu sama lain.

Olahraga yang berorientasi pada prestasi merupakan salah satu aktivitas yang disadari. Selalu ada tujuan yang ingin dicapai oleh seorang atlet saat mereka melakukan aktivitasnya. Dalam suatu kejuaraan, tentu saja prestasi tertinggi yang ingin dicapai oleh seorang atlet. Namun, tak jarang juga, seorang atlet tampil hanya karena desakan dari pihak-pihak luar yang menginginkannya menjadi seorang juara.

Motivasi tidak bersifat permanen. Ada banyak hal yang bisa dengan mudah menghilangkan atau memunculkan motivasi seorang atlet. Mengambil contoh Piala Asia 2007, para pemain Indonesia seperti mendapat suntikan motivasi yang luar biasa saat puluhan ribu penonton menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia. Namun, saat Piala Dunia 1998, Timnas Nigeria yang waktu itu diharapkan menjadi kuda hitam, tiba-tiba melempem akibat gaji yang belum dibayarkan oleh federasi sepakbola negaranya.

Contoh di atas merupakan ilustrasi yang sahih tentang bagaimana rapuhnya motivasi yang dimiliki oleh seseorang. Satu ketika bisa menjadi sangat besar, tapi disaat yang lain tiba-tiba menghilang tanpa bekas. Untuk itulah diperlukan suatu metode yang berlangsung terus menerus agar motivasi atlet tetap terjaga.

Pendampingan Berkelanjutan
Dalam olahraga prestasi, yang tentu saja sudah menjadi sebuah industri tontonan, peran orang yang berperan sebagai penyuntik motivasi menjadi sangat penting. Tidak ayal, olahraga prestasi (dalam cabang apapun) membutuhkan penampilan yang konsisten dari seorang atlet. Penampilan konsisten ini termasuk juga mempunyai motivasi yang selalu tinggi.

Bisa dikatakan, orang-orang terdekat atlet adalah orang-orang yang berpotensi besar menjadi penyuntik motivasi. Baik orang tua, saudara, teman, terlebih pelatih. Seorang pelatih harus memahami benar karakter atlet binaannya. Syarat tersebut mutlak, karena pelatihlah yang mengetahui secara mendalam kemampuan terbaik dari seorang atlet. Pelatih olahraga saat ini tidak cukup hanya membekali dirinya dengan kemampuan melatih teknik, tapi juga harus mengauasai ilmu psikologi sebagai bekal untuk mendampingin atlet dalam menjaga kondisi mentalnya. Banyak pelatih yang dikatakan sukses juga merupakan seorang motivator ulung.

Namun, dewasa ini peran pelatih yang terlalu besar terkadang tidak lagi mampu mengkaver segala sesuatu yang terjadi pada atletnya. Disaat itulah dibutuhkan seorang "pembantu" pelatih yang secara spesifik mengurusi perkembangan emosi atletnya. Biasanya "pembantu" ini adalah seorang motivator atau lebih luasnya adalah seorang psikolog olahraga yang bekerja sama secara penuh dengan pelatih kepala.

Suntikan Lewat Latihan
Pada umumnya, suntikan motivasi pemain atau atlet masih berbentuk oral atau diucapkan, seperti kata-kata pujian atau semacamnya. Namun, mengikuti perkembangan metode kepalatihan dewasa ini, suntikan motivasi bisa diwujudkan dalam proses latihan teknis yang dilalui. Sebagai contoh, dalam sesi latihan sepakbola untuk usia muda, latihan bisa diset dengan menghadirkan kompetisi internal antar pemain.

Dalam latihan passing, misalnya, pola latihan tidak hanya berhadap-hadapan dua orang pemain. Tapi bisa menghadirkan gawang kecil sebagai salah satu pemancing munculnya kompetisi. Seorang pemain harus mengumpan masuk melalui gawang kecil tersebut, dan yang paling banyak masuk akan mendapat reward tertentu. Sekali lagi, pelatih harus jeli dan cermat dalam membuat pola latihan ini.

Selain untuk memicu motivasi dalam latihan, pola latihan seperti di atas bisa memudahkan pelatih dalam mengajarkan satu gerakan tertentu. Selain itu, diharapkan dengan penguasaan kemampuan teknik tertentu, pemain akan lebih percaya diri ketika menghadapi pertandingan sesungguhnya.

Pola lain dalam menyuntik motivasi adalah dengan membakar secara verbal. Namun harus diingat, memotivasi dengan menggunakan cara-cara verbal ini harus benar-benar memperhatikan kondisi dasar kepribadian pemain. Kita tidak bisa menggunakan metode crash talk atau mengatakan dengan cara meledak-ledak dan langsung jika yang dihadapi pemain-pemain yang mempunyai tipe kepribadian yang cenderung introvert. Sebaliknya, bisa digunakan sandwich talk dengan terlebih dulu memberi pujian di awal baru "membakar" di tengah dan diakhiri dengan pujian-pujian lagi.

Sebenarnya ada banyak metode dan cara dalam memotivasi seorang atlet. Tapi pada prinsipnya, hal pertama yang harus dikuasai adalah ilmu psikologi supaya terlebih dahulu bisa memetakan kondisi atletnya. Cara memotivasi yang salah hanya akan menjadi bumerang yang tidak jarang justru melemahkan motivasi atlet.

Guntur Utomo

Friday, July 20, 2007

Kompetisi dan Ketahanan Mental!

Selamat buat Timnas Indonesia. Meski tidak lolos, Ponaryo dkk. telah berhasil mempertontonkan sebuah semangat dan motivasi yang luar biasa. Begitu besarnya motivasi dan semangat hingga level permainan mereka, secara tak sadar, juga mengalami peningkatan yang luar biasa.

Hal itu adalah bukti, bahwa kondisi mental sangat berpengaruh terhadap kemampuan atletis seseorang. Didukung dengan mental yang tangguh, maka kemampuan fisik dan keunggulan teknik permainan akan menjadi sebuah sinergi yang akan menghasilkan kemampuan dan penampilan yang luar biasa.

Ponaryo dkk. telah berhasil mempertontonkan hal itu. Memang hasilnya cukup mengecewakan, tapi paling tidak hal itu adalah angin segar bagi persepakbolaan Indonesia. Satu pernyataan yang sebenarnya bisa diucapkan adalah Indonesia bisa masuk dalam level dunia. Tapi tentu saja dengan syarat, ada sinergi antara fisik, teknik dan mental para pemain.

Lewat Kompetisi
Membangun mental pemain sebenarnya tidak berbeda dengan membentuk pemain sepakbola yang berteknik dan berfisik prima. Artinya mental harus dibangun dengan proses panjang dan berjenjang. Pemain kelas dunia semacam Zidane, Beckham, Ronaldo, Messi dll. adalah akibat dari sebuah proses panjang dan berkelanjutan. Mereka menjalani sebuah perjalanan yang disebut latihan dengan baik.

Menurut Van Lingen, Direktur Teknis KNVB (persatuan sepakbola Belanda) ada 3 unsur yang harus selalu dihadirkan oleh seorang pelatih dalam membangun pemain-pemain berkualitas. Ketiga unsur itu biasa disebut dengan TIC, yakni Technic, Insight, dan Communication. Sebuah latihan harus ditekankan untuk melatih teknik bermain dari para pemain, khususnya para pemain usia muda. Insight adalah pemahaman para pemain dalam permainan sepakbola. Bahwa sepakbola adalah sebuah permainan dimana lawan akan selalu berusaha merebut bola dan mencetak gol ke gawang kita. Dan sepakbola juga merupakan permainan tim yang terdiri dari 11 orang. Untuk itu pemain harus diberi pemahaman bahwa yang harus dilakukan adalah bekerja sama untuk menahan lawan mencetak gol serta bekerja sama untuk mencetak gol ke gawang lawan.

Dan yang ketiga adalah Communication. Kerjasama antarpemain dilapangan harus didasari oleh pola komunikasi yang terjalin antarpemain. Tanpa adanya komunikasi, maka pemain akan saling menyalahkan dan akhirnya tidak terjadi kerjasama. Ketiga proses tersebut merupakan terjemahan langsung dari proses pembangunan pemain dari sisi Teknik bermain, fisik serta mental.

Kompetisi yang Mematangkan
Untuk mendapatkan kemampuan aplikasi latihan dalam sebuah pertandingan, mau tidak mau para pemain harus terjun langsung dan mengalami sendiri sebuah pertandingan sepakbola. Hal ini berarti para pemain harus lebih sering bertanding dalam situasi kompetisi yang ketat. Dengan kompetisi yang ketat dimana lawan langsung hadir, maka para pemain akan dipaksa untuk berpikir cepat untuk bisa mengatasi tekanan lawan. Dengan semakin sering seorang pemain berpikir cepat dan mengambil keputusan, maka secara tidak langsung mental bertanding pun ikut diasah, terlepas dari hasil pertandingan.

Para pelatih usia muda juga hendaknya berperan sebagai seorang konselor yang secara detil memahami kondisi pemainnya. Jika dalam sebuah turnamen, para pemain melakukan banyak kesalahan, maka pelatih harus dengan bijak membaca kelemahan-kelemahan itu dan mengomunikasikannya kepada para pemainnya. Pelatih tidak berhak langsung menjatuhkan vonis atas kesalahan yang dilakukan oleh para pemainnya. Tapi masukan yang membangunlah yang seharusnya dilakukan.

Dalam sebuah pertandingan yang kompetitif, kemampuan asli para pemain akan langsung terlihat. Hal ini akan memudahkan para pelatih untuk membuat evaluasi atas pemainnya yang selanjutnya membenahi kekuarangan-kekurangan yang ada. Evaluasi ini harus diterapkan dalam bentuk format latihan yang mengidentifikasi kondisi asli pertandingan. Dalam bahasa teknis disebut dengan small sided games.

Dengan seringnya para pemain melakoni pertandingan yang kompetitif, maka para pemain pun sebetulnya dengan dalam proses learning by doing, atau trial error. Berbagai tekanan dengan segera harus dihadapi dan dipecahkan oleh para pemain. TEkanan-tekanan inilah yang akan menjadi stimulus bagi para pemain.

Secara psikologis, para pemain akan belajar dari pengalaman. Seperti teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh Skinner, para pemain yang mendapati stimulus akan berusaha merespon dengan perilaku tertentu. Ditambah dengan penguat dari pelatih, maka respon yang diperoleh diharapkan berupa respon-respon yang positif atas stimulus tersebut.

Untuk kasus sepakbola Indonesia, penampilan para pemain di pentas Piala Asia kemarin seharusnya menjadi moment untuk memperbaiki diri dengan mencetak lebih banyak pemain. Semangat yang ditampilkan oleh para Bambang, Eka Ramdani, Syamsul Bahri harus dipelihara dalam konteks membangun bibit-bibit baru pemain Indonesia.

Sudah waktunya Indonesia mempunyai sistem pembinaan pemain yang berjenjang dengan basis kompetisi yang teratur. Sekali lagi, kompetisi akan mematangkan dan menyelesaikan tugas belajar yang dimiliki oleh pemain di masing-masing kelompok umur. Jika dalam satu kelompok umur para pemain berhasil menyelesaikan tugas belajarnya, maka fase selanjutnya akan lebih mudah di jalani. Menurut FIFA, setiap tahun, para pemain muda sebaiknya menjalani 30 kali pertandingan. Hal ini di dasarkan atas kemampuan seorang anak dalam mencari solusi atas tekanan permainan yang dihadapi.

Sekali lagi, kompetisi merupakan salah satu ujung tombak dalam membangun mental pemain dan tentu saja membentuk bibit-bibit pemain yang berkualitas. Tanpa kompetisi yang teratur, niscaya mental pemain hanya akan berada pada level angin-anginan. Artinya kadang meningkat, tapi tidak jarang dalam level bawah.


Guntur Utomo

Tuesday, July 17, 2007

Kemenangan Mental!

Hari ini akan menjadi hari pembuktian apakah mental dan motivasi bisa mengalahkan keunggulan teknik dan fisik. Hari ini Timnas Indonesia yang secara fisik dan teknik dibawah akan mencoba mengalahkan raksasa Asia, Korea Selatan.

Dua pertandingan sebelumnya, Timnas Indonesia betul-betul memperlihatkan keunggulan mental, imbasnya adalah permainan yang tak kenal menyerah dan selalu memburu pemain lawan yang menguasai bola. Pada pertandingan pertama jelas sekali para Pemain Bahrain sangat kesulitan dengan determinasi mental a la pemain Indonesia. Akhirnya kekalahan 1-2 harus mereka terima.

Demikian juga pada pertandingan kedua. Para pemain Arab Saudi tampak mati akal untuk dalam usahanya melewati barisan pertahanan Indonesia. Begitu sempurna, begitu rapi dan sangat berkonsentrasi. Hanya saja sungguh sayang, kkesalahan minor yang dibuat Ismed Sofyan di menit terakhir injury tim membuyarkan satu angka yang sudah di depan mata. Gol kemenangan Arab Saudi pun tercipta akibat melemahkan konsentrasi akibat menurunnya kemampuan fisik.

Mental menentukan
Dalam permainan sepakbola, unsur teknik maupun fisik saja tidaklah cukup. Ada satu elemen lagi yang tidak kalah pentingnya, yakni: Mental. Fisik akan menjamin pemain mampu menjalani permainan selama 90 menit, ditambah kemampuan teknis yang memadai, akan menghasilkan sebuah permainan yang bagus. Namun, hal itu tidak akan terjadi seandainya para pemain berada dalam tekanan, stress, dan kurang motivasi.

Kondisi mental sangat menentukan kemampuan fisik sesesorang. Jika mental terganggu secara otomatis kemampuan gerak seseorang juga pasti terganggu. Otot terasa kaku, muncul keringat dingin, sakit perut, atau bahkan mual-mual adalah beberapa ciri pemain sedang mengalami stress. Jika terjadi kondisi seperti ini maka bisa dipastikan kemampuan teknis, fisik yang prima akan sirna begitu saja. Sebaliknya, jika kondisi mental dalam kondisi puncak, maka kekurangan-kekurangan itu seolah tertutupi dengan munculnya energi tambahan dari ketidaksadaran manusia.

Energi mental merangsang hormon-hormon tubuh untuk bergerak lebih cepat. Kondisi di atas layaknya ketika seseorang melihat hantu. Secepat kilat orang bisa lari dengan tenaga yang luar biasa besarnya.

Tapi perlu diingat, kondisi mental seorang pemain juga harus dikelola dengan baik jangan sampai seorang pemain tidak mengukur kemampuannya dan hanya didorong oleh keinginan-keinginan tertentu. Jangan sampai pemain yang mempunyai semangat berlebih justru menjadi bumerang dalam sebuah permainan. Jangan sampai para pemain kehilangan kontrol atas emosinya. Karena orang yang bersemangat dan termotivasi rentan terhadap provokasi.

Disinilah letak peran seorang psikolog olahraga. Psikolog olahraga berperan untuk membantu menyalurkan motivasi dan semangat besar para pemain Indonesia agar bisa lebih menguntungkan. Peran psikolog adalah menjaga agar para pemain tetap dalam kondisi puncak sampai saat yang diperlukan. Pelatih harus berkonsultasi dengan psikolog supaya diperoleh formula yang tepat untuk mempertahankan pemain dalam peak performance-nya.

Sekali lagi, kondisi mental tidak bisa dilepaskan dari 2 elemen yang lain dalam sepakbola. Ketika teknik hebat, fisik prima, dan mental yang selalu terjaga maka akan menghasilkan sebuah permainan yang indah, pantang menyerah dan selalu ngotot untuk memenangkan pertandingan. Semoga para pemain Indonesia sore nanti mampu melakoninya.


Guntur Utomo