Tuesday, December 30, 2008

Vietnam, Mental Luar Biasa!!!

Betapa bahagianya rakyat Vietnam sekarang ini. Bagaimana tidak, menjadi juara di Piala AFF adalah sebuah prestasi yang luar biasa di tengah dominasi Thailand dan Singapura beberapa tahun terakhir. Pastilah rakyat Vietnam menjadi orang yang paling lega paling tidak untuk menghilangkan himpitan masalah akibat krisis global yang melanda dunia saat ini.

Menarik jika menyimak aksi Vietnam membantai raksasa sepakbola Asia Tenggara, Thailand, dalam partai final Suzuki AFF CUP 2008. Dalam dua kali pertandingan, Vietnam berhasil membuat Thailand dengan segudang pemain mudanya tidak berdaya. Di atas kertas, sebenarnya Thailand lebih diunggulkan dengan hanya kemasukan satu gol selama babak penyisihan dan semifinal, itupun hanya sebuah gol bunuh diri dari pemain Thailand sewaktu bertanding melawan Indonesia di babak semifinal leg kedua di Bangkok. Itu adalah bukti nyata bagaimana superioritas permainanan negeri Gajah Putih itu di pentas Piala AFF 2008.

Berbekal prestasi tersebut, Thailand dengan sangat optimis menatap final dan berharap membawa pulang trofi Piala AFF untuk keempat kalinya ke Bangkok. Apalagi tim yang akan dilawan di partai final "hanya" Vietnam yang pada babak penyisihan grup berhasil mereka kalahkan dengan skor 2-0. Dari segala sudut pandang, Thailand jelas lebih unggul dari Vietnam. Namun, ternyata Vietnam mengeluarkan senjat pamungkas yang gagal diantisipasi oleh para pemain Thailand, Mental Bertarung yang luar biasa.

Vietnam berhasil membuktikan bahwa mental bertarung yang luar biasa tinggi bisa menutupi kekurangan mereka dalam hal teknis. Secara kasat mata memang jelas terlihat jika para pemain Thailand mempunyai teknik dan skill yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan para pemain Vietnam. Tapi tertanya keunggulan tersebut tidak berarti apa-apa karena Vietnam mempunyai energi tambahan dari mental bertanding mereka yang "gila-gilaan".

Sepanjang pertandingan para pemain Vietnam menunjukkan sikap positif untuk selalu menutup ruang gerak para pemain Thailand. Kemanapun bola lari selalu mereka kejar. Dari sudut pandang psikologi, para pemain Vietnam benar-benar termotivasi untuk memenangkan pertandingan. Motivasi berprestasi mereka benar-benar luar biasa, dan motivasi tersebut merupakan motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri. Seolah-olah para pemain merasa bahwa ini adalah pertandingan terakhir, bahkan hidup terakhir mereka, sehingga mereka mengeluarkan segala daya upaya untuk menutupnya dengan sempurna.

Berbeda dengan motivasi ekstrinsik, seperti bonus, hadiah atau pujian, motivasi intrinsik lebih bersifat permanen. Motivasi ekstrinsik akan hilang seiring dengan hilangnya atau kurang bernilainya sebuah bonus atau hadiah. Ketika orang sudah sangat kaya, maka nilai uang sudah tidak begitu lagi berfungsi. Atau ketika orang sudah mempunyai banyak rumah, maka iming-iming rumah sudah tidak lagi memberi dorongan yang berarti. Sedang motivasi intrinsik, seperti pembuktian diri, atau mengharumkan nama bangsa, tidak akan dengan begitu mudah luntur.

Akibat dorongan yang begitu tinggi tersebut, rasa pegal dan letih dapat begitu saja mereka abaikan. Mereka terus saja berlari dan berlari mencari bola. Ketika serangan balik tiba, sudah ada 3 atau 4 pemain Vietnam yang siap di area berbahaya Thailand. Posisi dari bertahan ke menyerang inilah yang membutuhkan energi yang sangat luar biasa bagi seorang pemain. Motivasi mereka benar-benar dalam posisi yang sangat tinggi. Mereka seolah berpikir bahwa tidak ada lagi satupun hal yang bisa menghentikan mereka.

Bukti lain adalah pada saat mereka sedang tertinggal, tidak tampak sedikitpun kepanikan dan perasaan menyerah tergambar dari wajah mereka. Semua masih mungkin, semua masih bisa. Thailand yang mulai mengurung pertahanan Vietnam di awal babak kedua di pertandingan kedua pun tidak menjadikan mereka panik dan kehilangan konsentrasi. Ya, konsentrasi mereka juga sangat prima. Tidak ada satupun pemain Thailand yang bisa dengan leluasa membawa bola terutama ketika mulai memasuki separuh lapangan Vietnam. Para pemain Vietnam menunjukkan bahwa energi tambahan yang mereka miliki berhasil mereka maksimalkan untuk memperkuat konsentrasi mereka.

Selain itu, yang patut dipuji dari para pemain Vietnam adalah keyakinan diri mereka yang sangat bagus. Di tengah sorotan media pada prestasi dan kualitas para pemain Thailand, para pemain Vietnam terlihat sama sekali tidak terpengaruh. Mereka tampil dengan sangat yakin dan percaya diri. Mereka bermain tanpa rasa takut dan sangat yakin bakal mendapat yang terbaik.

Faktor mental lain yang memberi kemenangan Vietnam adalah kemampuan mereka mengelola tingkat stress dan kecemasan mereka dengan baik. Di saat tekanan yang begitu besar, bisa dipastikan tingkat stress mereka sangat tinggi. Bermain di hadapan puluhan ribu suporter mereka, berharap menjadi pengganggu kemapanan Thailand di Asia Tenggara, menjadi Juara untuk pertama kali merupakan faktor-faktor yang cukup besar menekan mereka. Tapi, ternyata mereka mampu mengelola itu semua menjadi sebuah dorongan yang maha kuat untuk tampil habis-habisan di lapangan. Tidak ada perasaan cengeng atau manja di para pemain. Semuanya bertarung seolah tidak ada hari esok.

Seperti kita tahu, tekanan bisa menjadi sebuah faktor yang sangat positif terhadap penampilan seorang atlet. Tekanan atau stress memang hanya dimaknai negatif oleh banyak orang selama ini. Tapi sesungguhnya stress bisa berarti sangat positif ketika bisa dikelola dengan baik, karena ketika orang merasa tertekan, energi psikis yang mereka miliki justru sangat besar. Ketika energi psikis ini bisa dimanfaatkan, maka yang muncul adalah stress yang positif yang merupakan bahan bakar utama munculnya dorongan dan motivasi yang bersifat intrinsik.
Yang ada selama ini adalah para pemain gagal mengelola stress ini, sehingga energi yang muncul bersamaan dengan stress ini justru merusak kondisi mental seseorang. Terus terang, menurut pengamatan penulis, para pemain Indonesia mempunyai kecenderungan seperti ini, sehingga ketika dalam kondisi tertekan, para pemain justru menunjukkan hilangnya semangat dan kontrol atas dirinya. Sering melakukan kesalahan mendasar, kehilangan konsentrasi, tidak tahu apa yang harus dilakukan adalah bukti jika para pemain Indonesia gagal mengelola kecemasannya. Kekalahan pun harus diterima akibat semua itu.

Sekali lagi, Vietnam telah membuktikan bahwa bola itu bundar, bukti bahwa "impossible is nothing!" Semuanya mungkin! Berpikir positif untuk bertindak benar merupakan awal dari sebuah keberhasilan. Para pemain Indonesia, Belajarlah dari para pemain Vietnam. Kemampuan teknik para pemain Vietnam mungkin masih kalah dengan Firman Utina, Ponaryo Astaman atau Budi Sudarsono. Tapi untuk urusan kondisi mental, tidak ada pemain Indonesia yang bisa menandingi para pemain Vietnam.

Ingatlah wahai para pemain sepakbola Indonesia, tidak ada kegembiraan lain dari para penggemar sepakbola kecuali menyaksikan para pemain Tim nasional kesayangan mereka bermain habis-habisan dalam rangka menjunjung nama bangsa dan negara. Maju terus sepakbola Indonesia!

Guntur Utomo

Wednesday, December 17, 2008

Membangun Tenis dari Mula..

Angelique Wijaya hadir kembali di dunia Tenis Indonesia. Mantan Juara Wimbledon Junior ini kembali menunjukkan komitmennya di dunia Tenis Indonesia. Melalui Sportama Event Organizer miliknya, Angie, sapaan akrabnya, berusaha untuk mencetak bibit-bibit tenis muda Indonesia.

Angie memang sudah jarang bertanding lagi. Juara Commonwealth di Bali beberapa tahun lalu ini kembali ke jagad tenis dengan kendaraan Sportama, sebuah perusahaan event organizer yang spesifik mengurusi tenis. Beberapa waktu lalu, Angie sukses menggelar turnamen tenis di Solo. Menarik untuk melihat komitmennya memunculkan atlet-atlet berbakat dari dunia tenis ini.

Dalam waktu dekat, Angie akan menggelar seri turnamen tenis di Indonesia. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, 5 buah. Tentu saja ini adalah angin segar buat para petenis Indonesia yang belakangan tampaknya kesulitan untuk mencari pembuktian dari proses latihan yang dijalani setiap hari.

Diluar naluri bisnis, seri turnamen ini tentu saja merupakan ajang yang ideal untuk mengasah talenta-talenta muda tenis Indonesia. Dengan semakin banyak turnamen kompetitif yang diikuti, petenis akan semakin matang. Efeknya, Indonesia akan muncul bakat-bakat baru tenis yang bisa menggantikan Yayuk Basuki maupun Angie sendiri.

Bidikan untuk menggelar kompetisi sebanyak mungkin ini merupakan langkah yang sangat bagus. Kompetisi, selain menjadi ajang pembuktian teknis para pemain, juga bisa mendidik para petenis agar lebih tangguh menghadapi tekanan pertandingan. Faktor Psikologis akan sangat terasah ketika turun di ajang yang kompetitif secara rutin.

Motivasi para petenis muda pun akan semakin tinggi karena mereka akan mempunyai batu loncatan di level nasional dalam meraih prestasi. Selama ini, dengan keringnya kompetisi (ini juga dialami cabang lain), para pemain muda tampak gamang ketika harus menggantungkan cita-cita setinggi langit. Bagaimana tidak, untuk bisa ikut kompetisi saja, mereka harus ke luar negeri lantaran di dalam negeri tidak tersedia ajang yang kompetitif. Tentu saja hal ini tidak ideal saat berusaha mencetak pemain tenis sebanyak-banyaknya. Dengan kompetisi rutin di dalam negeri, hitung-hitungan biaya bagi petenis lokal akan semakin mudah.

Selain itu, pemain juga akan terbiasa menghadapi tekanan. Pertandingan tentu saja menciptakan tekanan yang tidak ringan buat seorang atlet. Ditambah dengan embel-embel pertandingan penting, maka beban dipundak para pemain akan semakin tinggi. Tentu saja, harapan para pemain tentu saja mencapai hasil terbaik, untuk itu maka mereka harus bisa mengalahkan lawan-lawannya. Tidak jarang, saking tegangnya menghadapi tekanan, maka pemain akan merasa cemas dan akhirnya kemampuan teknisnya tidak akan keluar.

Dengan kompetisi teratur, para pemain akan belajar bagaimana mengatasi tekanan dan kecemasan sebelum bertanding. Pertandingan yang relatif sering akan membuat para pemain lebih tenang dan waspada dalam bermain. Para pemain juga akan lebih mudah untuk menetapkan sasaran sebagai batu loncatan untuk sasaran yang lebih besar.

Selain itu, kompetisi yang teratur juga akan memudahkan para pelatih mengevaluasi kemampuan para atletnya. Kemampuan optimal atlet hanya akan bisa diukur ketika mereka bertanding dalam level kompetisi yang tinggi. Latihan tidaklah cukup untuk mengevaluasi pencapaian seorang atlet terutama dalam hal teknis.

Baiklah, kita tunggu komitmen Angelique wijaya berikutnya untuk mencetak generasi baru pengganti Yayuk Basuki atau dirinya untuk mengharumkan nama Indonesia dalam dunia Tenis. Semoga apa yang dia kerjakan bisa membuahkan hasil yang maksimal.

Guntur Utomo

Friday, December 5, 2008

Cepat Ambil Keputusan!

Sebagai seorang penggemar berat sepakbola tentu pertandingan sepakbola adalah hal yang sayang untuk ditinggalkan. Termasuk juga pertandingan sepakbola yang menampilkan klub-klub (katanya) profesional Indonesia. Memang banyak orang mengatakan kalau sia-sia saja nonton pertandingan sepakbola lokal, hasilnya pasti mengecewakan.
Tapi ternyata tidak sepenuhnya benar. Kompetisi sepakbola Indonesia sudah (hampir) bisa dinikmati. Setelah berganti nama menjadi Liga Super Indonesia, tampaknya memang sedikit ada perubahan dalam hal bermain. Meskipun memang masih banyak menjadi catatan. Tulisan ini tidak akan mengulas bagaimana PSSI atau BLI mengatur jalannya Liga, karena sudah jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi, manajemen liga masih banyak kekurangan.

Tapi marilah kita melihat dari dekat bagaimana tim-tim sepakbola Indonesia itu bermain. Sedikit perubahan permainan yang saya tadi katakan diawal salah satunya dipengaruhi oleh kondisi lapangan yang sudah agak rata. Sehingga laju bola bisa lebih terkontrol. Bandingkan dengan kondisi lapangan 1 atau 2 tahun yang lalu. Bahkan bisa dikatakan kalau kondisi sebagian besar lapangan bisa dibilang setara dengan sawah. Becek, tidak rata dan keras.

Lapangan dalam kondisi yang lebih rata memungkinkan laju bola lebih mulus, sehingga umpan-umpan pendek lebih bisa dimaksimalkan. Beberapa tim yang menerapkan umpan-umpan pendek dalam pola permainannya antara lain Pelita Jaya, Persipura, Persiwa. Mereka tampak menikmati bermain dengan gaya umpan-umpan pendek yang cepat. Hasilnya, Persipura dan Persiwa kini bertengger dipuncak klasemen, sedangkan Pelita yang dihuni para pemain muda relatif naik turun. Tapi paling tidak, permainan Pelita sedikit menghibur.

Pengambilan Keputusan

Diluar sedikit perubahan di atas, kualitas permainan sepakbola Indonesia masih rata-rata bawah. Terlalu berlama-lama dengan bola, tidak segera membuka ruang, tidak segera memberi umpan, salah passing, crossing yang jelek, serta kebrutalan pemain dalam melakukan tekel masih mewarnai pertandingan sepakbola di Liga Super Indonesia.

Catatan dalam tulisan ini akan dititikberatkan pada konteks pengambilan keputusan dari para pemain. Pengambilan keputusan (decision making) adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh para pemain. Bagaimanapun juga, bermain sepakbola pada prinsipnya adalah memecahkan masalah karena ada tekanan dari lawan untuk mencetak gol.

Pengambilan keputusan salah satunya dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan seorang pemain. Selain itu, faktor yang menentukan kecepatan pengambilan keputusan adalah proses otomatisasi yang dibentuk dalam proses latihan sehari-hari. Bisa dikatakan, bermain sepakbola adalah sebuah aktivitas setengah refleks hasil dari pembiasaan. Dalam teori psikologi, keterampilan bermain sepakbola adalah hasil dari proses belajar yang akhirnya menciptakan kebiasaan.

Dalam permainan sepakbola, pemain yang dengan cepat mengambil keputusan dan benar, akan menjamin aliran bola yang cantik dan cenderung akan menyulitkan lawan. Contoh kasus adalah yang dilakukan oleh para pemain Manchester United maupun Arsenal. Mereka begitu cepat mengalirkan bola. Demikian juga pemain yang bergerak tanpa bola, mereka begitu cepat mencari ruang kosong. Seolah-olah semuanya sudah otomatis. Ya, bermain sepakbola sebenarnya adalah otomatisasi gerak.

Dalam melatihkan otomatisasi gerak ini, para pelatih perlu untuk memahami prinsip-prinsip psikologi belajar dan modifikasi perilaku. Prinsip dasar dalam psikologi belajar adalah dengan memunculkan penguat untuk perilaku-perilaku yang ingin dimunculkan. Prinsip ini mengacu pada teori operant conditioning yang dikemukakan oleh Skinner.

Secara sederhana, perilaku (dalam hal ini eksekusi teknis sepakbola) yang benar harus diperkuat dengan memberikan semacam reward. Reward atau penghargaan pun harus diberikan secara langsung. Hal ini untuk menunjukkan secara spesifik perilaku mana yang benar. Menurut banyak penelitian, perilaku yang diberi reward ini mempunyai kecenderungan untuk diulangi lagi.

Contoh kasus adalah pada saat para pemain berlatih passing. Jika seorang pemain melakukan passing dengan benar, maka segeralah diberi reward. Tentu saja reward disini tidak harus berupa barang yang secara material berharga mahal. Tapi reward bisa berupa pujian atau sanjungan. Syaratnya adalah diberikan secara langsung dan spesifik berkaitan dengan gerakan atau perilaku yang dituju. Jangan ditunda, karena sudah tidak akan banyak berefek. Jangan juga terlalu general karena tidak akan banyak mengena.

Latih dalam pertandingan

Prinsip belajar dalam sepakbola harus dikenalkan sejak usia dini. Pelatih harus mulai membentuk pemain yang mempunyai teknik dan keterampilan yang benar. Cara menendang, posisi tubuh, penggunaan permukaan kaki,mengontrol bola, mengambil posisi dan sebagainya. Ingat prinsip reward dan punishment harus diterapkan. Pelatih harus “cerewet” dalam melatihkan gerakan-gerakan baru tersebut.

Untuk mengurangi kebiasaan pemain melakukan gerakan yang salah, para pelatih bisa menerapkan prinsip mengurangi reward. Ini adalah semacam memberi hukuman dengan tidak menghukum tapi mengurangi “hadiah” yang diberikan. Logikanya, seseorang akan senang ketika menerima hadiah, sebaliknya, tidak akan senang jika hadiah yang seharusnya mereka peroleh itu diambil. Nah, untuk itulah prinsip itu digunakan.

Syarat lain adalah seorang pelatih harus membuat ukuran yang jelas tentang benar atau tidaknya sebuah gerakan dilakukan. Untuk itu, sebelum memulai latihan, pelatih harus membuat program yang terencana, sehingga kemajuan pemain bisa dijaga. Pelatih juga harus menguasai teknik-teknik tersebut dengan baik. Kursus, belajar dari buku dan belajar dari pelatih-pelatih yang lebih mapan akan membantu.

Setelah dalam proses latihan bisa berjalan dengan benar, pengambilan keputusan harus dimatangkan dalam sebuah proses latihan, baik dalam bentuk small sided games, maupun dalam kompetisi. Ini penting untuk menguji sejauh mana teknik tersebut bisa diadaptasi dan akhirnya diterapkan dalam tekanan yang nyata. Guntur

"Theo Walcott Sukses Berkat Psikologi Olahraga"

TEMPO Interaktif

Selasa, 23 September 2008

London: Psikolog olahraga kenamaan asal Inggris, Carole Seheult, menilai peran psikologi olahraga di dunia sepakbola modern sangat penting. Seheult menganggap salah satu contoh peran psikologi terlihat dalam kesuksesan pemain Arsenal Theo Walcott.
Menurut Seheult, meski pesan yang disampaikan manajer ataupun staf tim sebelum pertandingan Arsenal sangat sederhana, pesan tersebut sangat berguna bagi para pemain. "Kuatnya hubungan antarpemain menentukan apakah semangat tim akan kuat atau lemah. Dan Anda bisa melihatnya di Arsenal," ujar Seheult.

"Lihat saja cara Wenger membesut Theo Walcott. Itu merupakan psikologi yang baik agar dia bisa mengembangkan diri sendiri dan melesatkannya," lanjut Seheult.

Akan tetapi, kata Seheult, salah satu faktor yang harus diperhitungkan adalah dinamika tim. Oleh sebab itu, kesatuan antar-pemain harus terus dijaga. "Para pemain harus melihat di antara mereka bukan sebagai pesaing. Dan mereka tidak perlu khawatir jika rekan setim mereka lebih bersinar ketimbang mereka," tegas mantan psikolog yang bekerja untuk Aston Villa tersebut.

Saat membela tim nasional Inggris dua pekan lalu, Walcott tampil gemilang dengan melesakkan tiga gol sehingga membawa Inggris menang 4-1 melawan Kroasia di kualifikasi Piala Dunia 2010.

Akibat penampilan gemilangnya di tim nasional Inggris, Walcott menjadi sasaran para pemain Bolton Wanderers pada pertandingan lanjuta Liga Inggris akhir pekan lalu. Arsenal sendiri saat ini bercokol di peringkat pertama klasemen sementara Liga Inggris dengan 12 poin dari empat kali menang dan sekali kalah. Mereka terpaut satu poin dari posisi kedua, Chelsea.

Daily Mirror| Kodrat Setiawan