Thursday, October 4, 2007

Percaya Diri Gapai Prestasi!

Apa yang terjadi jika seorang atlet merasa kehilangan kepercayaan dirinya? Kalah sebelum bertanding mungkin akan menjadi hasil yang di dapat. Namun, bagaimana jika ada atlet mempunyai rasa percaya diri yang berlebih? Kekalahan akan membuatnya runtuh seketika.

Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet tersebut mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak. Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk kasus seperti ini, sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena akan mengukuhkan persepsi tentang ketidakmampuannya.
Kasus yang tidak kalah merugikannya adalah ketika seorang atlet mempunyai kepercayaan diri yang melampaui batas atau overconfidence. Dengan kata lain, atlet tersebut mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan aslinya (Wann, 1997). Overconfidence inipun tidak kalah berbahaya dari kekurangan rasa percaya diri. Akibat kepercayaannya yang tidak sesuai dengan kondisi nyata, atlet tersebut akan cenderung untuk mengurangi atau bahkan malas berlatih. Efeknya adalah penurunan performa pada saat kompetisi. Dan karena atlet dengan rasa percaya diri yang berlebihan ini biasanya tidak pernah membayangkan kekalahan, maka pada saat harus menerima kekalahan yang muncul adalah rasa frustasi yang berlebihan.

Oleh karena itulah, seorang atlet harus tetap menjaga rasa percaya dirinya (self confidence) pada titik yang optimal. Mereka harus memandang secara rasional kemampuannya. Seorang atlet yang mempunyai rasa percaya diri optimal biasanya mampu menangani situasi yang sulit dengan baik. Mereka akan mengembangkan sikap yang rasional, mau bekerja keras, melakukan persiapan yang memadai dan juga mempunyai banyak alternatif untuk memecahkan kesulitan yang muncul (Dosil, 2006).

Lentur dan Mudah Berubah
Dari gambaran di atas, jelas terlihat bahwa kepercayaan diri merupakan elemen penting yang memengaruhi penampilan seorang atlet. Percaya diri sendiri sering diartikan sebagai gambaran atas kemampuan pribadi yang berkaitan dengan tujuan tertentu. Atau dalam definisi yang lain, kepercayaan diri keyakinan atau tingkat kepastian yang dimiliki oleh seseorang tentang kemampuannya untuk bisa sukses dalam olahraga (Wann, 1997). Artinya ada unsur keyakinan akan kemampuan diri yang bersinggungan dengan kondisi riil pertandingan atau tujuan yang akan dicapai.

Ada banyak aspek yang dapat meningkatkan rasa percaya diri seorang atlet. Yang paling sering ditemui adalah keberhasilan atau prestasi yang di raih sebelumnya. Dalam kasus sepakbola, kemenangan-kemenangan di pertandingan sebelumnya sering dijadikan pelecut yang memompa kepercayaan diri pemain. Dengan kata lain, kemenangan pertandingan sebelumnya dapat meningkatkan rasa percaya diri pemain untuk pertandingan selanjutnya.
Selain itu, aspek lain yang berpengaruh adalah penguasaan teknik dan skill yang diperlukan. Beberapa waktu yang lalu, Chris John menyatakan kesiapan serta keyakinannya untuk mengalahkan Petinju dari Jepang atas dasar latihannya yang keras untuk mempunyai pukulan yang mematikan. Dalam hal ini, Chris John merasa telah menguasai sebuah keterampilan atau skill yang dibutuhkan untuk mengalahkan lawan-lawannya.

Hal lain yang mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet adalah konsep diri. Konsep diri merupakan sebuah gambaran mengenai dirinya sendiri. Konsep diri seringkali disebut sebagai self perception. Gambaran dan keyakinan mengenai siapa diri kita sangat menentukan rasa percaya diri seseorang.

Penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya kepercayaan diri itu adalah sesuatu yang lentur dan sangat rentan dengan perubahan. Kekalahan demi kekalahan, komentar yang buruk dari lingkungan maupun media, atau bahkan kesalahan dalam memersepsi kemampuan diri bisa jadi menjadi faktor ambruknya rasa percaya diri seorang pemain atau atlet.

Menumbuhkan dan Memelihara
Jelas merupakan pekerjaan rumah bersama antara pemain/atlet, pelatih dan para psikolog olahraga yang mendampingi untuk mencari metode dan cara agar tingkat kepercayaan diri seorang atlet bisa dipertahankan dalam level yang optimal. Usaha pemain/atlet akan sia-sia seandainya pelatih yang menanganinya memberi komentar yang justru meruntuhkan rasa percaya diri atlet.

Penelitian yang dilakukan oleh Chie-der menunjukkan bahwa ada beberapa sumber dari rasa percaya diri, yakni penyempurnaan skill, demonstrasi, dan penampilan fisik. Ketiga sumber ini merupakan hasil dari latihan yang, tentu saja, merupakan peran dari pelatih. Dari penelitian tersebut terlihat bahwa ketika seorang atlet basket mampu menyempurnakan skill, melakkukan demonstrasi serta menunjukkan penampilan fisik yang optimal, maka tingkat rasa percaya dirinya pun akan meningkat.

Untuk pemain/atlet, ada beberapa saran yang bisa dilakukan untuk menjada rasa percaya diri dalam posisi optimal, di antaranya adalah tetap realistis terhadap kemampuan yang dimiliki dengan melihat tugas yang harus dihadapi. Tidak semua kompetisi mempunyai tingkat kesulitan yang sama. Sehingga seorang pemain harus mampu melihat kemampuan optimalnya berdasar level kompetisi yang mereka ikuti.

Pergunakan pengalaman yang lampau untuk media belajar, baik itu berupa keberhasilan maupun kegagalan. Menyusun tujuan dan pencapaian yang realistis akan membantu memudahkan mencapai taraf percaya diri yang optimal. Mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan mengenali teknik-teknik yang belum begitu dikuasai untuk kemudian dilatih dengan lebih intensif.

Untuk para pelatih, memelihara rasa percaya diri para pemain tidak hanya dilakukan melalui ucapan-ucapan. Memang ucapan pelatih merupakan salah satu suntikan motivasi yang bagus bagi atlet yang sedang mengalami penurunan, namun kadang-kadang ucapan bisa menjadi bumerang yang justru akan menjatuhkan mental.

Untuk itu memelihara rasa percaya diri pemain agar tetap dalam kondisi optimal bisa juga dilakukan dalam sesi latihan. Latihan yang menggunakan goal setting akan memacu para pemain untuk menyelesaikan dengan baik. Tapi harus diingat, membuat goal yang realistis akan membuat rasa percaya diri pemain naik, karena ada persepsi bahwa mereka bisa menyelesaikan tugas dengan sempurna.

Menjadikan diri sebagai model atau panutan juga akan membantu. Di lapangan, bagaimanapun juga, seorang pelatih adalah model bagi atletnya. Apa yang dilakukan oleh model, sedikit banyak akan ditiru oleh pemain. Untuk itulah, seorang pelatih harus tetap menjaga wibawa dan menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk ditiru, baik dalam bentuk ucapan maupun bahasa tubuh.

Mengajak pemain untuk mempraktekkan self talking terbukti membantu. Self talking adalah aktivitas untuk mengenali dirinya lebih jauh lagi. Dengan self talking, seseorang diajak untuk lebih realistis dalam melihat kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian, pemain akan tetap sadar dengan kemampuan terbaiknya, sebaliknya seandainya masih ada kekurangan, pemain bisa meningkatkannya.

Memberi pujian juga merupakan salah satu metode yang bisa dilakukan. Pujian mengandung penguat positif yang mempunyai kecenderungan menguatkan perilaku. Dengan memberi pujian pada pemain yang mampu menyelesaikan tantangan, maka akan memberikan persepsi yang positif bagi atlet (Wann, 1997).

Peran Psikolog
Untuk olahraga-olahraga tim, peran pelatih barangkali mempunyai keterbatasan yang disebabkan oleh jumlah pemain yang cukup banyak. Dari kondisi tersebut, pelatih seringkali mempunyai kesulitan dalam mengenali satu persatu kondisi mental para pemainnya. Untuk itulah para pelatih sebaiknya didampingi oleh seorang psikolog olahraga yang bertugas untuk membantu memberi masukan dan memahami para pemain satu demi satu.
Psikolog dapat berperan lebih aktif dalam peningkatan rasa percaya diri atlet ini dengan memberi masukan kepada pelatih mengenai kondisi kejiwaan masing-masing pemain. Selain itu, seorang psikolog juga harus mampu segera memberi analisis dan saran perlakukan seandainya ada pemainnya yang merasa tidak percaya diri.

Selain itu, yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teknik imagery training. Imagery training adalah visualisasi mental yang berkaitan dengan tugas atau pertandingan yang akan berlangsung. Dalam imagery training, seorang pemain diajak untuk membayangkan secara langsung suasana dan situasi pertandingan yang akan dihadapi. Mulai dari lawan, penonton, hingga kesulitan-kesulitan yang kira-kira akan muncul dalam pertandingan.

Tujuan dari imagery training adalah agar atlet/pemain mempunyai gambaran yang lebih riil mengenai kemampuannya, masalah-masalah yang mungkin akan timbul sehingga dia bisa segera mencari solusi, atau mungkin suasana penonton yang bisa jadi akan melakukan teror. Dengan gambaran-gambaran lebih nyata ini, para atlet akan mampu bersikap dan mengambil tindakan sesuai dengan kebutuhan dalam konteks memenangkan pertandingan.


Sumber bacaan
Chie-der, D., Chen, S., Hung-yu, C., Li-kang, C., (..) Male and Female Basketball Players’ Goal Orientation, Perceived Motivational Climate, Perceived Ability and the Sources of Sport Confidence. The sportjournal.org. retrieved 080907.

Dosil, J. 2006. The Sport Psychologist’s Handbook. A Guide for Sport- Specific Performance Enhancement. John Wiley & Sons. West Sussex.

Gunarsa, S., 1989. Psikologi Olahraga. BPK GUnung Mulia. Jakarta

Setyobrobto, S. 2001. Mental Training. Percetakan “Solo”. Surakarta

Wann, D.J.,1996. Sport Psychology. Upper Saddle River,New Jersey.